Kamis, 02 September 2010

Apakah kau mendengar “Suaramu” ?

Hari‐hariku berjalan seperti biasanya. Hari‐hari yang kualalui dengan sama selama 15 tahun
terakhir. Aku bangun, membuat kopi, mandi, berpakaian dan menuju stasiun kereta api
untuk mengejar kereta pk. 7.35 agar dapat tiba di kantor pk. 08.30. Ketika di Kereta, aku
selalu memilih untuk duduk di pojokan menghindari keramaian agar dapat membaca koran dengan
tenang dan santai. Ketika di kantor, aku harus bersiap mengahdapi berbagai rutinitas dalam
berhubungan dengan rekan kerja, supplier, atasan, menjawab telepon, mengikuti meeting, dsb.
Aku tidak tahu mengapa hari ini ketika aku berada di kereta api, kereta cukup
ramai tidak seperti biasanya. Mau tidak mau aku duduk di satu‐satunya tempat
duduk tersisa di sebelah seorang Pria paruh baya yang tampaknya begitu
tenggelam dalam pikirannya sendiri. Aku agak lega ketika dia tidak menyadari
keberadaanku karena ia tampak tertunduk menatap lantai terus menerus.
Setelah 30 menit berjalan, aku mulai bertanya hal apa gerangan yang ada di
benak pria di sampingku ini. Hal apa yang begtu penting dipikirkan olehnya
sehingga bahkan keberadaan diriku pun tidak disadarinya? Aku berupaya tidak
terlalu mempedulikannya dan terus membaca koranku. Namun tanpa suatu alasan
yang jelas, ada suara aneh dalam diriku yang muncul terus menerus yang
memintaku untuk berbicara pada Pria ini. Aku berusaha mengabaikan suara ini
karena memang tidak ada alasan sama sekali untuk memulai pembicaraan
dengan orang asing yang tidak kukenal.
Lalu seperti yang sudah anda duga, aku berupaya memulai pembicaraan
dengan menanyakan suatu hal padanya. Ketika ia memalingkan wajahnya
padaku, ia tampak memendam kekecewaan yang mendalam. Matanya
tampak merah, dan masih ada air mata yang terjatuh dari matanya, meski ia
tampak berupaya menghapus dan menghilangkannya. Aku sulit mendeskripsikan keedihan yang
turut kurasakan melihat penderitaannya yang tampak berat.
Did you hear your “Voice” ?
(Apakah kau mendengar “Suaramu” ?)
Hari‐hariku berjalan seperti biasanya. Hari‐hari yang kualalui dengan sama selama 15 tahun
terakhir. Aku bangun, membuat kopi, mandi, berpakaian dan menuju stasiun kereta api
untuk mengejar kereta pk. 7.35 agar dapat tiba di kantor pk. 08.30. Ketika di Kereta, aku
selalu memilih untuk duduk di pojokan menghindari keramaian agar dapat membaca koran dengan
tenang dan santai. Ketika di kantor, aku harus bersiap mengahdapi berbagai rutinitas dalam
berhubungan dengan rekan kerja, supplier, atasan, menjawab telepon, mengikuti meeting, dsb.
Aku tidak tahu mengapa hari ini ketika aku berada di kereta api, kereta cukup
ramai tidak seperti biasanya. Mau tidak mau aku duduk di satu‐satunya tempat
duduk tersisa di sebelah seorang Pria paruh baya yang tampaknya begitu
tenggelam dalam pikirannya sendiri. Aku agak lega ketika dia tidak menyadari
keberadaanku karena ia tampak tertunduk menatap lantai terus menerus.
Setelah 30 menit berjalan, aku mulai bertanya hal apa gerangan yang ada di
benak pria di sampingku ini. Hal apa yang begtu penting dipikirkan olehnya
sehingga bahkan keberadaan diriku pun tidak disadarinya? Aku berupaya tidak
terlalu mempedulikannya dan terus membaca koranku. Namun tanpa suatu alasan
yang jelas, ada suara aneh dalam diriku yang muncul terus menerus yang
memintaku untuk berbicara pada Pria ini. Aku berusaha mengabaikan suara ini
karena memang tidak ada alasan sama sekali untuk memulai pembicaraan
dengan orang asing yang tidak kukenal.
Lalu seperti yang sudah anda duga, aku berupaya memulai pembicaraan
dengan menanyakan suatu hal padanya. Ketika ia memalingkan wajahnya
padaku, ia tampak memendam kekecewaan yang mendalam. Matanya
tampak merah, dan masih ada air mata yang terjatuh dari matanya, meski ia
tampak berupaya menghapus dan menghilangkannya. Aku sulit mendeskripsikan keedihan yang
turut kurasakan melihat penderitaannya yang tampak berat.
H
TJ Share & Grow
Volume 6 / Mei 2010
POSITIVE WEEKLY INSPIRATION
FOR TOPJAYA GROUP
Values TOPJAYA :
1. JUJUR
2. PEDULI
3. TANGGUNG JAWAB
4. CERDAS
5. CEPAT
May’s monthly Theme :
PEDULI
Grow
Yourself
Share Your
Kindness
Kami berbicara sekitar 20 menit, dan di akhir pembicaraaan ia tampak lebih baik. Ketika kami
meninggalkan kereta, ia berterima kasih padaku karena telah menjadi “Malaikat” yang menyediakan
waktunya untuk berbicara sejenak padanya. Aku tidak pernah tahu masalah apa yang menyebabkan
hatinya memiliki beban yang begitu berat, namun aku lega telah mengikuti apa yang diminta oleh
suara dalam diriku.
Beberapa minggu telah lewat ketika aku mendapati sebuah amplop di atas meja kerjaku ketika aku
kembali dari makan siang. Surat itu tidak ditujukan untuk siapapun dan hanya tertera kata
“Malaikat” di depan amplop. Resepsionisku meninggalkan note yang berisi catatan bahwa surat
tersebut diberikan oleh seorang Pria yang tidak mengenal namaku namun ia telah mendeskripsikan
diriku dengan begitu jelas sehingga Resepsionisku yakin bahwa orang yang ditujukan bagi surat
tersebut adalah diriku. Ketika aku membaca surat singkat di dalam amplop tersebut, diriku diliputi
emosi yang sangat kuat yang sulit diungkapkan. Surat tersebut berasal dari Pria yang kutemui di
Kereta Api beberapa waktu yang lalu. Ia kembali mengucapkan terima kasih padaku karena mau
melakukan pembicaraan dengannya dan telah menyelamatkan hidupnya.
Rupanya ketika di Kereta Api tersebut, ia sedang mengalami masalah pribadi yang sangat sulit dan
berat sehingga ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya hari itu. Pada suratnya ia menjelaskan
bahwa ia bukanlah seseorang yang religius, namun pada saat itu ia sedang berteriak dalam hatinya
dan meminta pertolongan Tuhan. Bahwa jika Tuhan sungguh peduli padanya, ia minta untuk
dikirimkan seseorang untuk mencegahnya dari keinginan bunuh diri. Dan pada saat itulah, aku
memulai pembicaraanku di Kereta dengannya. Di matanya, akulah orang yang dimaksud, “Malaikat”
yang dikirimkan Tuhan untuk menyelamatkan hidupnya.
Aku pun bukanlah seseorang yang religius dan aku tidak tahu darimana “suara” yang muncul dalam
diriku yang mendorongku untuk berbicara pada Pria tersebut. Namun aku tahu bahwa tindakanku
yang mengikuti “suara” tersebut telah mampu membuat perbedaan pada hidup seseorang.
Cerita merupakan pengalaman pribadi dari Bob Eliers ©2006
Bob tinggal di British Colombia, Kanada
Kapan terakhir kali kita mendengar suara lembut yang berbicara pada kita dan
meminta kita melakukan sesuatu? Adakah suara itu rutin menyapa?
TJ Share & Grow
Volume 6 / Mei 2010
POSITIVE WEEKLY INSPIRATION
FOR TOPJAYA GROUP

0 komentar:

Posting Komentar